Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memiliki berbagai variasi bacaan yang dikenal dengan istilah qira’at. Qira’at sendiri merupakan cara membaca dan melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki aturan dan kaidah tertentu. Di dalam tradisi Islam, terdapat beberapa qira’at yang diakui sebagai sahih dan dianggap sesuai dengan cara bacaan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun, ada juga beberapa bacaan yang tidak diakui keabsahannya. Hal ini tentu menimbulkan rasa penasaran di kalangan pembaca Al-Qur’an mengenai mana saja yang termasuk dalam kategori qira’at sahih dan tak sahih. Artikel ini akan mengulas sepuluh contoh qira’at tersebut, baik yang dapat diterima maupun yang tidak valid.
Untuk memahami qira’at dalam Al-Qur’an, penting bagi kita menelusuri sejarah pembacaan Al-Qur’an dan metodologi pewarisannya. Para ulama menyepakati bahwa qira’at yang sahih berasal dari satu sumber yang sama, yaitu Nabi Muhammad SAW, yang disampaikan melalui para sahabatnya. Selanjutnya, qira’at yang sahih ini diijazahkan kepada generasi selanjutnya dengan ketelitian yang sangat tinggi. Di sisi lain, terdapat beberapa metode bacaan yang tidak memenuhi syarat, dan karenanya, dianggap tidak sahih. Mari kita telusuri lebih jauh mengenai sepuluh qira’at yang akan kita bahas berikut ini.
- Qira’at Hafs An Asim: Ini adalah salah satu qira’at yang paling umum dan banyak digunakan oleh kaum Muslim di seluruh dunia. Bacaan ini dianggap sahih dan diakui luas.
- Qira’at Warsh An Nafi’: Qira’at ini juga sahih dan banyak digunakan di wilayah utara Afrika. Bacaan ini memiliki beberapa perbedaan tajwid dibandingkan dengan Qira’at Hafs.
- Qira’at Qalun An Nafi’: Salah satu variasi dari Qira’at Nafi’, Qira’at ini juga dinyatakan sahih dan memiliki cara bacaan yang khas.
- Qira’at Al-Duri An Abu Amr: Walaupun tidak sebanyak yang lain, Qira’at ini dianggap sahih dan memiliki keunikan dalam pelafalannya.
- Qira’at Abu ‘Amr al-Basri: Qira’at ini diakui sahih, namun lebih jarang digunakan dibandingkan dengan yang lain. Ia dikenal dengan variasi pelafalan tertentu.
- Qira’at Hamzah Al-Kufi: Ini juga merupakan qira’at sahih yang terkenal dengan keunikan dalam cara bicara dan pelafalan.
- Qira’at Ya’qub Al-Hadrami: Termasuk dalam kategori sahih, Qira’at ini diakui tetapi tidak sebanyak digunakan dalam praktik sehari-hari.
- Qira’at Ibn Kathir Al-Makki: Qira’at ini juga diakui sahih, tetapi perbedaannya jelas dibandingkan dengan qira’at lainnya, menjadikannya unik.
- Qira’at Ibn Amr: Merupakan bacaan yang sahih, meskipun memiliki berbagai variasi dalam pelafalan.
- Qira’at Al-Kisai: Meski sahih, penggunaannya cenderung lebih terbatas dan sering kali tergantikan oleh qira’at yang lebih umum.
Di sisi lain, terdapat beberapa bacaan yang tidak diakui atau dianggap tak sahih. Contoh-contoh ini biasanya tidak memiliki sanad yang kuat atau tidak mengikuti kaidah yang telah ditetapkan. Beberapa di antaranya termasuk:
- Qira’at Al-Harani: Qira’at ini tidak memiliki sanad yang sahih karena tidak dapat dibuktikan asal-usulnya.
- Qira’at Al-Jazari: Meskipun memiliki pengikut, qira’at ini tidak diakui oleh para ulama terdahulu.
- Qira’at Zaid bin Ali: Ini adalah bacaan yang tidak memiliki dukungan dari tradisi menyampaikan yang kuat.
- Qira’at Al-Susi: Bacaan ini dianggap tidak sahih karena bertentangan dengan kaidah ilmu tajwid yang telah ditentukan.
- Qira’at Al-Nasai: Serupa dengan yang lain, bacaan ini tidak memiliki keterikatan sanad yang jelas dan tidak diakui.
Penting untuk menyadari bahwa masing-masing pilar dalam qira’at harus memenuhi syarat keautentikan agar dapat digunakan di kalangan umat Islam. Dengan mengerti perbedaan antara qira’at sahih dan tak sahih, kita semakin menghargai kitab suci dan menguatkan pemahaman kita tentang ajaran yang terkandung di dalamnya. Penggunaan qira’at yang sahih juga mempengaruhi praktis keagamaan, karena setiap huruf dan bacaan dalam Al-Qur’an memiliki nilai tersendiri dan tidak semestinya dipermainkan.
Setiap umat Islam sebaiknya berusaha untuk mengenali dan memahami qira’at yang sahih agar bacaan Al-Qur’an kita tetap mengikuti tradisi yang tepat. Memahami perbedaan dan keunikan setiap qira’at juga menambah kedalaman pemahaman kita terhadap kitab suci ini. Oleh karena itu, pengetahuan tentang qira’at sahih dan tak sahih merupakan bagian penting dalam perjalanan spiritual setiap individu.
Dengan demikian, kita diingatkan akan betapa berharganya ilmu tentang qira’at, baik yang sahih maupun yang tidak. Mari kita terus mendalami dan mempelajari Al-Qur’an agar dapat mengimplementasikan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang benar dan sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW.